aroma tanah basah dan hujan
memahat penciuman
menuju
ayat-ayatMu
Jumat, 26 Desember 2014
Selasa, 09 Desember 2014
sajak Pagi
Pagi mendung
Aku tercenung
Limbung
Langit kelam
Engkau diam
Lebam
Hujan tak datang
Menggayut bimbang
Gamang
Pagi bisu
Tenggelam aku
Di geming mu
Aku tercenung
Limbung
Langit kelam
Engkau diam
Lebam
Hujan tak datang
Menggayut bimbang
Gamang
Pagi bisu
Tenggelam aku
Di geming mu
Minggu, 30 November 2014
fragmen rancaekek
menyusuri jalanan di bawah terik rencaekek
kukira fatamorgana
genangan air menepi
melimpah di pinggiran pabrik
menarik sampah plastik
memisah jalanan menjadi tiga:
banjir, basa dan kering
rancaekek adalah fragmen
tentang keberlimpahan yang menenggelamkan di sisi kiri
tentang kecukupan bertabur sampah di tengah-tengah
tentang kekeringan di sisi kanan, dimana pengemis berjajar
menanti recehan dari setiap mobil yang merayap
aku melintasi udara yang panas
di sebuah hari ujung nopember
musim penghujan
matahari menyengat
usai hujan sesaat
ah ...
bumi menua
barangkali pikun
manusiakah?
manusia membuatnya mudah lupa
memisahkan musim dan putaran waktu
DAN
tetiba aku dikepung malu
menjadi
manusia
kukira fatamorgana
genangan air menepi
melimpah di pinggiran pabrik
menarik sampah plastik
memisah jalanan menjadi tiga:
banjir, basa dan kering
rancaekek adalah fragmen
tentang keberlimpahan yang menenggelamkan di sisi kiri
tentang kecukupan bertabur sampah di tengah-tengah
tentang kekeringan di sisi kanan, dimana pengemis berjajar
menanti recehan dari setiap mobil yang merayap
aku melintasi udara yang panas
di sebuah hari ujung nopember
musim penghujan
matahari menyengat
usai hujan sesaat
ah ...
bumi menua
barangkali pikun
manusiakah?
manusia membuatnya mudah lupa
memisahkan musim dan putaran waktu
DAN
tetiba aku dikepung malu
menjadi
manusia
Minggu, 23 November 2014
titik 20
Pagi telah kembali,
sajak mengepul di pinggir tatakan waktu,
23 nopember duapuluh tahun lalu, ingatkah?
saat itu doa-doa dilangitkan
untuk semesta kita.
Ah ya, sudah 20 tahun ....
sajak mengepul di pinggir tatakan waktu,
23 nopember duapuluh tahun lalu, ingatkah?
saat itu doa-doa dilangitkan
untuk semesta kita.
Ah ya, sudah 20 tahun ....
Jumat, 21 November 2014
sajak pernikahan
pagi menyembul
sajak mengepul
secangkir kopi menepi
di pinggir tatakan waktu
20 tahun
yang lalu
kau dan aku
meracik mimpi
sajak mengepul
secangkir kopi menepi
di pinggir tatakan waktu
20 tahun
yang lalu
kau dan aku
meracik mimpi
Senin, 17 November 2014
menjelang kenaikan
malam jadi terang
panas sekaligus riuh
mengantri di SPBU
berkejaran dengan waktu
esok subsidi dicabut
seribu satu warna menyebar di tanah ini
panas sekaligus riuh
mengantri di SPBU
berkejaran dengan waktu
esok subsidi dicabut
seribu satu warna menyebar di tanah ini
Minggu, 16 November 2014
Elegi Negeri Ku
Sarapan pagi hari ini
Masih dengan menu Angelina Sondakh
Ditaburi selai asem asem manis nyanyian Nazaruddin
Dan olesan pedas Soetan Batugana
Kiranya badai partai masih saja terhidang di meja makan bangsa ini
Setiap pagi
Bahkan hingga tengah malam
Eneg, kebanyakan muslihat
Mereka bukan tak faham, bukan?
Bila seluruh negeri menatap opera tak bergenre ini
Beranjak ke pasar pagi
Tiba-tiba aku tak lagi pandai memilih daging
Karena segala dikepung formalin
Sapi, ayam, kambing, apapun namanya itu
Kini telah dikebiri dengan suntikan glonggongan bahkan tiren
alias mati kemaren
Bahkan telur ayam pun sudah pula disuntik
Barangkali pemiliknya ingin turut menyukseskan Pekan Imunisasi
Nasional
Tak peduli suntikannya jadi pembunuh
Yang penting laba meninggi
Perlahan-lahan merusakkan jaringan syaraf anak-anak bangsa
Yang seharusnya kelak menjadi pengganti pemimpin yang hari ini
berpesta
mengeruk apapun yang bisa dimasukkan dalam pundi-pundinya sendiri
tayangan investigasi di stasiun-stasiun televisi
laksana horror yang mengepung adrenalin
varian makanan kian penuh dengan racun
anak-anak disediakan hidangan aneka pengawet mayat dalam bentuk
seindah-indahnya
aneka warna
aneka rasa
sungguh, anak mana yang tak terpikat
mereka, para pedagang, bukan tak faham, bukan?
hanya telah buta diperbudak syahwat
Ooi.., saudara-saudaraku
Gerangan negeri apakah ini?
Gemah ripah loh jinawi
Tanah surga yang menyulap hutan kayu dan batu jadi tanaman, kata Koes
Plus
Kini, bahkan hutan tak lagi berhak atas pohon
lautan bukan surga bagi ikan-ikan kecil dan terumbu karang
jalanan telah menjadi lautan sampah
aroma persekongkolan merebak di segala lini
dan langitpun mulai melakukan demo
angin mengamuk menghantam pepohonan tua
banjir menghanyutkan rumah-rumah
api menyerang tak peduli cuaca hujan ataupun kemarau
apalagi yang tersisa?
Negeri apakah gerangan ini?
Disini aku dilahirkan
Disini aku dibesarkan
Dibuai dibesarkan lindu
Villa-villa di puncak makin jumawa
Petak rumah bantaran kali sesaat lagi terseret Banggar
bukan untuk memindahkan ke rumah berjendela, sebab
terlanjur habis memperempuk kursi anggota dewan yang terhormat
Entah dimana sebenarnya letak kehormatan?
Lindu itu masih belum usai
Setiap pagi, rumah-rumah itu masih goyang
oleh lenggok kenes Boy and Girlband
oleh gelimpangan mayat yang bahkan di trotoarpun mereka tak luput
kena tubruk
oleh luka menganga seorang ibu korban perkosaan dalam angkot
oleh mayat tanpa kepala di belukar kota
oleh narkoba dan anak bangsa
yang semakin karib
oleh politisi yang berebut nama baik
dengan cara menceburkan nama
baiknya sendiri ke dalam got
oleh Julia Perez yang menemui Nyi Ratu Roro Kidul
oleh balita di pinggir ibu kota yang tak berdaya karena gizi buruk
oleh PSSI yang mencabuti setiap helai bulu Garuda Mudanya sendiri
oleh ironi yang datang dari gedung-gedung pengadilan
oleh lahirnya dukun-dukun cilik dari segala penjuru negeri
oleh tumpulnya nurani yang dikebiri
Ooi … saudara-saudaraku
kering sudah luka itu
mari kobarkan api revolusi!
Bangun pekerti dari rumah-rumah kita, serempak, bergelombang
jangan henti bergerak
duhai para ayah bunda, ajak putera-puteri kita
awali setiap hari dengan tahajud,
bangun kehormatan itu
seperti Rasulullah yang mulia memimpin Sayyidina Ali
seperti Rasulullah yang terpuji mengasuh Fatimah Azzahra
terlalu lama? Terlambat?
Tidak!
Jangan henti bergerak, wahai saudara-saudaraku
Kita kobarkan revolusi akhlak!!
Dari rumah-rumah kita, serempak, bergelombang
Kelak ia akan menggunung menggulung layaknya tongkat Musa membelah
Laut Merah
Jangan henti bergerak
Demi Allah, kemenangan akan datang bagi mereka yang berjuang!!
Lindu itu memang belum usai
tapi jangan henti berproses
Kelak pintu langit akan terbuka
Meredakannya
Engkau percaya?
Aku percaya!
(13 Pebruari 2012)
Minggu, 09 November 2014
10 nopember
jarum air luruh di subuh itu
pada nopember ke sepuluh
menangis langit dalam aduh
bersama ribuan hela nafas yang luruh
beribu mayat mengapung pada jiwa tanah air
merah putih menancap pada satu mata air
pahlawan tak menagih janji
pagi menepi
nopember ke sepuluh
Indonesia mengaduh
pada nopember ke sepuluh
menangis langit dalam aduh
bersama ribuan hela nafas yang luruh
beribu mayat mengapung pada jiwa tanah air
merah putih menancap pada satu mata air
pahlawan tak menagih janji
pagi menepi
nopember ke sepuluh
Indonesia mengaduh
Selasa, 04 November 2014
kurtilas
bukan, dia bukan nama burung
tapi rangkai aturan bernama kurikulum
lahir ketika kakaknya belum lagi akil baligh
dan dinding-dinding sekolah pun menyempit
guru berbuih dalam lisan yang tak padu
menunggu buku atau
nyanyikan saja lagu lama
biar bola berlarian di lapangan
toh bendera tetap terpancang di tengah-tengah
menyaksikan rumputan meliuk beradu batu dan angin utara
buku-buku mulai berdatangan
dalam truk-truk gandeng yang tidak bergandengan
satu sampai lima pelajaran saja
tahun sudah menuju kedua
kami masih mencari buku
kabinet berganti
angin menyampaikan pesan
katanya kurtilas akan dikaji ulang
ribuan buku dalam perjalanan
menuju gedung-gedung sekolah yang jauh
kelak ketika buku kami baca
masih samakah ia dengan aksara di meja-meja dirjen?
tapi rangkai aturan bernama kurikulum
lahir ketika kakaknya belum lagi akil baligh
dan dinding-dinding sekolah pun menyempit
guru berbuih dalam lisan yang tak padu
menunggu buku atau
nyanyikan saja lagu lama
biar bola berlarian di lapangan
toh bendera tetap terpancang di tengah-tengah
menyaksikan rumputan meliuk beradu batu dan angin utara
buku-buku mulai berdatangan
dalam truk-truk gandeng yang tidak bergandengan
satu sampai lima pelajaran saja
tahun sudah menuju kedua
kami masih mencari buku
kabinet berganti
angin menyampaikan pesan
katanya kurtilas akan dikaji ulang
ribuan buku dalam perjalanan
menuju gedung-gedung sekolah yang jauh
kelak ketika buku kami baca
masih samakah ia dengan aksara di meja-meja dirjen?
langgam rindu
kulangitkan segala
pada Mahapemahanrupa
kadang selaksa pinta
tak mampu teraksara
dalam rapal doa
hanya rasa yang raja
membuncah ruah
meraba-raba arah menuju muara
di sini
puluhan jarak
menanti klimaks
perjumpaan
pada Mahapemahanrupa
kadang selaksa pinta
tak mampu teraksara
dalam rapal doa
hanya rasa yang raja
membuncah ruah
meraba-raba arah menuju muara
di sini
puluhan jarak
menanti klimaks
perjumpaan
Minggu, 02 November 2014
Jumat, 17 Oktober 2014
di lorong wijayakusumah
jarum jam hanyalah penanda angka
pada ketukan jantung yang bergedup
berkejaran dalam senyap yang menikam
malam-malam ganjil
hari-hari genap
lorong wijayakusumah
perempuan yang terbaring di kamar itu
tengah menggerakkan ku pada
pertemuan dua dunia
sungguh
sedemikian nyaring detik menjerit dari sebuah dinding
beku di kamar ini
memanggil-manggil
tak pernah nyata tertuju pada siapa
perempuan yang berbaring itu
ataukah
aku ...??
lorong semakin memanjang
kelam
senyap
diam
memasungku sendirian
pada ketukan jantung yang bergedup
berkejaran dalam senyap yang menikam
malam-malam ganjil
hari-hari genap
lorong wijayakusumah
perempuan yang terbaring di kamar itu
tengah menggerakkan ku pada
pertemuan dua dunia
sungguh
sedemikian nyaring detik menjerit dari sebuah dinding
beku di kamar ini
memanggil-manggil
tak pernah nyata tertuju pada siapa
perempuan yang berbaring itu
ataukah
aku ...??
lorong semakin memanjang
kelam
senyap
diam
memasungku sendirian
belajar
mari kita punguti segala
yang nyata pada pelupuk
atau sayup bersama angin
bahkan yang menyelinap di aliran dalam
diam-diam
nanti
kau akan tahu
segalanya menjelma gunung
cahaya
yang nyata pada pelupuk
atau sayup bersama angin
bahkan yang menyelinap di aliran dalam
diam-diam
nanti
kau akan tahu
segalanya menjelma gunung
cahaya
Kamis, 16 Oktober 2014
puisi tentang kalian 4
sungguh
lipatan hari terasa makin tipis
ketika kita satu baris
berjajar
di ruang-ruang baca
perpustakaan
ketika satu demi satu
ayat kita daras
menemukan misteri tersembunyi
yang Tuhan siapkan bagi kita
makin masuk
makin kita tahu
aku, kalian, sama-sama tak tahu
selain
kesamaan pencarian
*harian pustakawan siswa
lipatan hari terasa makin tipis
ketika kita satu baris
berjajar
di ruang-ruang baca
perpustakaan
ketika satu demi satu
ayat kita daras
menemukan misteri tersembunyi
yang Tuhan siapkan bagi kita
makin masuk
makin kita tahu
aku, kalian, sama-sama tak tahu
selain
kesamaan pencarian
*harian pustakawan siswa
puisi tentang kalian
bahasa apapun itu
yang kalian dzahirkan setiap hari
bukan dongeng tentang masa depan
bisik, teriak, jerit, obrolan bahkan kerling yang tak bunyi
terjejak erat di setiap lembar karpet ruang hati
bukan sekedar jejak tentang hari ini
beribu lagi waktu yang kan dilalui
aku
kalian
bahkan tak lagi menggenggam
bukan sekedar puisi tentang kita
tapi
kuyakin
kita tetap akan saling berbincang
tentang pelajaran pustakawan
dan
mengeja
ayat-ayat
setiap hari
*harian pustakawan siswa
yang kalian dzahirkan setiap hari
bukan dongeng tentang masa depan
bisik, teriak, jerit, obrolan bahkan kerling yang tak bunyi
terjejak erat di setiap lembar karpet ruang hati
bukan sekedar jejak tentang hari ini
beribu lagi waktu yang kan dilalui
aku
kalian
bahkan tak lagi menggenggam
bukan sekedar puisi tentang kita
tapi
kuyakin
kita tetap akan saling berbincang
tentang pelajaran pustakawan
dan
mengeja
ayat-ayat
setiap hari
*harian pustakawan siswa
Selasa, 30 September 2014
seperti musafir
betapa sering raga merasa, betapa beruntungnya
hanya karena lebatnya puja puji yang menghampiri
betapa mudahnya angin menipu
tentang perasaan yang membunga karenanya
tidakkah hati insyaf pada satu hal
puja puji hanyalah milik Sang Maha
pernahkan jiwa sadar akan banyak hal
tersembunyinya keburukan diri semata Tuhan
sampirkan kebaikanNya pada jasad yang kasat mata
arahkan telunjuk pada diri
lalu kaji seperti apa rupa ini
sebab nurani tak pernah lari
pada kejujuran menilai pribadi
seperti musafir
setiap jiwa tak pernah punya apa-apa
hanya karena lebatnya puja puji yang menghampiri
betapa mudahnya angin menipu
tentang perasaan yang membunga karenanya
tidakkah hati insyaf pada satu hal
puja puji hanyalah milik Sang Maha
pernahkan jiwa sadar akan banyak hal
tersembunyinya keburukan diri semata Tuhan
sampirkan kebaikanNya pada jasad yang kasat mata
arahkan telunjuk pada diri
lalu kaji seperti apa rupa ini
sebab nurani tak pernah lari
pada kejujuran menilai pribadi
seperti musafir
setiap jiwa tak pernah punya apa-apa
Minggu, 28 September 2014
doa renta seorang pendosa
bersama debu kubasuh kekeringan yang renta
kering ayat, kering doa, kering jiwa
kering segala
oo angin ...
haus tubuhku dahaga jantungku
pada kebasahan yang gerimis
satu satu
seribusatu iblis mengencingi azam
pada setiap subuh yang beku
kuteriakkan asmaMu dalam gigil jelaga
entah
dalam wujud apa kelak ku mampu
menemui
Mu
lagi
kering ayat, kering doa, kering jiwa
kering segala
oo angin ...
haus tubuhku dahaga jantungku
pada kebasahan yang gerimis
satu satu
seribusatu iblis mengencingi azam
pada setiap subuh yang beku
kuteriakkan asmaMu dalam gigil jelaga
entah
dalam wujud apa kelak ku mampu
menemui
Mu
lagi
Jumat, 26 September 2014
senandika
mau kuikat malam yang perawan, biar tak lagi lepas, hingga tiba di bibir pagi, memunguti kuntum ayat bertebaran, bermusim dimakan rayap, rakus,
menghabisi keinsyafan yang hampir kadaluwarsa.
sungguh
kemarahan yang diam, tak lebih kuasa dari kediaman yang baka.
wahai Mahasegalamaha ...
genapkan ruhku pada malam-malam yang ganjil
menghabisi keinsyafan yang hampir kadaluwarsa.
sungguh
kemarahan yang diam, tak lebih kuasa dari kediaman yang baka.
wahai Mahasegalamaha ...
genapkan ruhku pada malam-malam yang ganjil
Kamis, 25 September 2014
tentang kesendirian
Kupanggang puisiku di atas matahari
yang keriput
harusnya kau tahu
yang keriput
harusnya kau tahu
aku kerontang menunggu
mu
mu
tentang kita
Katamu, katakata menjadi makna saat ia diberi spasi
kataku, beri aku sedikit jarak untuk kita bisa bergerak
seperti burung di antara langit
seperti ilalang bersama angin
lalu kita akan saling mengerling
dan mengerti
tentang hikayat hari ini ...
kataku, beri aku sedikit jarak untuk kita bisa bergerak
seperti burung di antara langit
seperti ilalang bersama angin
lalu kita akan saling mengerling
dan mengerti
tentang hikayat hari ini ...
Selasa, 23 September 2014
Aku, Sang Malam
Aku, sang malam, mengerat pagi
biarkan lampu menguasai waktu
bersama geliat penari yang mengerang di pinggiran kota
menertawakan gincu dan ongkos hiburan
biarkan lampu menguasai waktu
bersama geliat penari yang mengerang di pinggiran kota
menertawakan gincu dan ongkos hiburan
Aku, malam, menggurat bulan
Ingin kulepaskan ribuan kunang-kunang
kupecahkan pelangi
lalu lampu kota dan gincu menjadi sirna
hanya cahaya dan warna yang purna
Ingin kulepaskan ribuan kunang-kunang
kupecahkan pelangi
lalu lampu kota dan gincu menjadi sirna
hanya cahaya dan warna yang purna
Aku, sang malam
perih itu ketika tak ada sepi
perih itu ketika tak ada sepi
bisik malam pemulung
Nak, mari mendaras bintang, malam ini
sematkan inginmu dan gumamkan
sebelum pagi merebut
mimpi mewah kita
sematkan inginmu dan gumamkan
sebelum pagi merebut
mimpi mewah kita
Rabu, 17 September 2014
16 september 2014
draft itu bernama susunan kabinet
keluar dari mulut politisi negeri
laju, menembus kecepatan cahaya
dengan seribu satu tafsir yang keluar dari segala mata angin
keluar dari mulut politisi negeri
laju, menembus kecepatan cahaya
dengan seribu satu tafsir yang keluar dari segala mata angin
sawala di kotak elektronik menggusur issue makin menggila
aku dan mungkin engkau lalu tak sanggup diam
hawa dinding rumah, atap kantor, selasar jalan sontak memanas
hawa dinding rumah, atap kantor, selasar jalan sontak memanas
lalu celoteh liar warung kopi
hingar bersama debu musim yang kerontang
menerbangkan amarah pada plavon-plavon kebijakan yang
semakin mandul
semakin mandul
esok
haruskah keputusan lahir
haruskah keputusan lahir
meninggalkan kita?
*wacana penghapusan kemenag
Senin, 14 Juli 2014
hipokrit
terang langit menertawai duka
yang menjerit tanpa suara
dari anak-anak jiwa yang meninju cangkang wajah
menutupi pilu ataukah pengecut?
usah kabari dunia bila kau tengah bersedih
kata nenek
kabari saja buana saat bahagia datang menyapa
agar gembira saja yang kau bagi
lainnya simpan sendiri
duhai
waktukah yang berubah?
yang menjerit tanpa suara
dari anak-anak jiwa yang meninju cangkang wajah
menutupi pilu ataukah pengecut?
usah kabari dunia bila kau tengah bersedih
kata nenek
kabari saja buana saat bahagia datang menyapa
agar gembira saja yang kau bagi
lainnya simpan sendiri
duhai
waktukah yang berubah?
Minggu, 02 Maret 2014
... ibu ...
ibu mengulum doa dalam wajah matahari, setiap pagi bermandikan air wudlu, entah telah berapa lisan cinta
berjejalan membangunkan inginku, sedari buaian
hingga kini
ketika ku menjadi
ibu
lalu
ibu bagaimana aku di matamu, Nak?
berjejalan membangunkan inginku, sedari buaian
hingga kini
ketika ku menjadi
ibu
lalu
ibu bagaimana aku di matamu, Nak?
Kamis, 06 Februari 2014
Tentang Sebuah Pagi
angin enggan masuk ke jeriji kamar pagi ini
telah sekian masa jendela itu tak jua mampu sepakat
tentang pertemuan dan perbincangan
untuk sekedar menyemai aroma persetubuhan
rencana dan cita-cita
malam-malam berlalu dalam tanya
lampu kamar hanya berkisah sendirian
gerangan telah berapa ribu watt ia hidup tanpa perjumpaan
pada pagi yang merangsek
ikuti saja maunya angin
hendak mengecup atau enggan tersenyum
hidup tetap sebuah pergulatan
serta kesepakatan
antara matahari dan rembulan
telah sekian masa jendela itu tak jua mampu sepakat
tentang pertemuan dan perbincangan
untuk sekedar menyemai aroma persetubuhan
rencana dan cita-cita
malam-malam berlalu dalam tanya
lampu kamar hanya berkisah sendirian
gerangan telah berapa ribu watt ia hidup tanpa perjumpaan
pada pagi yang merangsek
ikuti saja maunya angin
hendak mengecup atau enggan tersenyum
hidup tetap sebuah pergulatan
serta kesepakatan
antara matahari dan rembulan
Rabu, 05 Februari 2014
Hujan Sore Ini
untuk : S. Anshorulloh
kubaca hujan sore ini. ketika telaga rintih pada ilalang yang rebah
dan cabikan air yang menderas. jatuh mengenai sepiring rindu tentang
hari yang miskin cahaya
pikiranku telanjang pada sesosok lelaki yang
terbaring di ruang ICU. menanti janji yang tak jua mampu berkata
tentang pemenuhan atau pengingkaran
bahwa waktu memang antara hujan dan pelangi
berkata dalam angka-angka dan selang infus
gigil bersama hujan
kubaca hujan sore ini. ketika telaga rintih pada ilalang yang rebah
dan cabikan air yang menderas. jatuh mengenai sepiring rindu tentang
hari yang miskin cahaya
pikiranku telanjang pada sesosok lelaki yang
terbaring di ruang ICU. menanti janji yang tak jua mampu berkata
tentang pemenuhan atau pengingkaran
bahwa waktu memang antara hujan dan pelangi
berkata dalam angka-angka dan selang infus
gigil bersama hujan
Langganan:
Postingan (Atom)