Sabtu, 19 September 2015

Panggung Siang Musim Kemarau



Hari ini kulihat sebuah adegan

: Satu perempuan berkata : ‘aku merasa tak dihargai’
berlembar kisah mengalir dari kesakitan yang dalam
meski senyum masih membayang, menertawakan panggung

Satu perempuan lagi berkata : ‘bicaraku fakta,
yang salah dia, kenapa kau yang marah?’
secarik jawaban menyeruak dari ketakmengertian yang beku
meski senyum masih membayang, menertawakan panggung

topeng-topeng ditanggalkan
Sebuah drama merobek siang yang garang
Matahari enggan sembunyi, nyala membara
Angin tak sudi lewat bahkan untuk sekedar meniup 
ubun-ubun yang mendidih
sepercik bara telah terpantik
menyambar sesiapa yang lewat dekat-dekat
lalu api menggila
segala terbakar! Membakar!

tetes air hanyalah jeda semenit
api menjalar dalam sekam
membakar perlahan-lahan

duhai kemarau
seganas itukah kau kirim panasmu?
isi tubuh luruhkan keringat dan air mata

aku dipaku
tak mampu berlaku
gemuruh dada sebut namaMu
bakar aku, bakar aku,
dengan RahmatMu

19 sept ‘2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bahasa langit

bahasa langit