Andai Engkau di sini, sekarang
ingin kulesakkan pengakuan :
betapa nista kami
maafkan kami yang tak mampu
menahan kata, tersembur begitu liar
saling menghujat
menancapkan mata panah
harusnya malu kami menyebut sebagai ummatmu
sedang wajahmu tentulah engkau palingkan
saat kata-kata menjelma bah
wajah-wajah berhadapan dendam dan amarah
duhai Kekasih ...
dengan apa harus kubasuh luka hatimu
yang bernanah ..?
Andai Engkau di sini, sekarang
masihkah dengar rintihan ini?
bagai musafir rindu mata air
luka yang makin menganga oleh
kedhaliman diri
duhai Kekasih ...
bagaimana mengusap air matamu?
sedang demikian bebal kami
tak jua paham kelembutan jiwamu saat
menyebut kami jelang ajal : ummatii ... ummatii .. ummatii ...
Andai saja Engkau ada di sini, sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar