menyusuri jalanan di bawah terik rencaekek
kukira fatamorgana
genangan air menepi
melimpah di pinggiran pabrik
menarik sampah plastik
memisah jalanan menjadi tiga:
banjir, basa dan kering
rancaekek adalah fragmen
tentang keberlimpahan yang menenggelamkan di sisi kiri
tentang kecukupan bertabur sampah di tengah-tengah
tentang kekeringan di sisi kanan, dimana pengemis berjajar
menanti recehan dari setiap mobil yang merayap
aku melintasi udara yang panas
di sebuah hari ujung nopember
musim penghujan
matahari menyengat
usai hujan sesaat
ah ...
bumi menua
barangkali pikun
manusiakah?
manusia membuatnya mudah lupa
memisahkan musim dan putaran waktu
DAN
tetiba aku dikepung malu
menjadi
manusia
Minggu, 30 November 2014
Minggu, 23 November 2014
titik 20
Pagi telah kembali,
sajak mengepul di pinggir tatakan waktu,
23 nopember duapuluh tahun lalu, ingatkah?
saat itu doa-doa dilangitkan
untuk semesta kita.
Ah ya, sudah 20 tahun ....
sajak mengepul di pinggir tatakan waktu,
23 nopember duapuluh tahun lalu, ingatkah?
saat itu doa-doa dilangitkan
untuk semesta kita.
Ah ya, sudah 20 tahun ....
Jumat, 21 November 2014
sajak pernikahan
pagi menyembul
sajak mengepul
secangkir kopi menepi
di pinggir tatakan waktu
20 tahun
yang lalu
kau dan aku
meracik mimpi
sajak mengepul
secangkir kopi menepi
di pinggir tatakan waktu
20 tahun
yang lalu
kau dan aku
meracik mimpi
Senin, 17 November 2014
menjelang kenaikan
malam jadi terang
panas sekaligus riuh
mengantri di SPBU
berkejaran dengan waktu
esok subsidi dicabut
seribu satu warna menyebar di tanah ini
panas sekaligus riuh
mengantri di SPBU
berkejaran dengan waktu
esok subsidi dicabut
seribu satu warna menyebar di tanah ini
Minggu, 16 November 2014
Elegi Negeri Ku
Sarapan pagi hari ini
Masih dengan menu Angelina Sondakh
Ditaburi selai asem asem manis nyanyian Nazaruddin
Dan olesan pedas Soetan Batugana
Kiranya badai partai masih saja terhidang di meja makan bangsa ini
Setiap pagi
Bahkan hingga tengah malam
Eneg, kebanyakan muslihat
Mereka bukan tak faham, bukan?
Bila seluruh negeri menatap opera tak bergenre ini
Beranjak ke pasar pagi
Tiba-tiba aku tak lagi pandai memilih daging
Karena segala dikepung formalin
Sapi, ayam, kambing, apapun namanya itu
Kini telah dikebiri dengan suntikan glonggongan bahkan tiren
alias mati kemaren
Bahkan telur ayam pun sudah pula disuntik
Barangkali pemiliknya ingin turut menyukseskan Pekan Imunisasi
Nasional
Tak peduli suntikannya jadi pembunuh
Yang penting laba meninggi
Perlahan-lahan merusakkan jaringan syaraf anak-anak bangsa
Yang seharusnya kelak menjadi pengganti pemimpin yang hari ini
berpesta
mengeruk apapun yang bisa dimasukkan dalam pundi-pundinya sendiri
tayangan investigasi di stasiun-stasiun televisi
laksana horror yang mengepung adrenalin
varian makanan kian penuh dengan racun
anak-anak disediakan hidangan aneka pengawet mayat dalam bentuk
seindah-indahnya
aneka warna
aneka rasa
sungguh, anak mana yang tak terpikat
mereka, para pedagang, bukan tak faham, bukan?
hanya telah buta diperbudak syahwat
Ooi.., saudara-saudaraku
Gerangan negeri apakah ini?
Gemah ripah loh jinawi
Tanah surga yang menyulap hutan kayu dan batu jadi tanaman, kata Koes
Plus
Kini, bahkan hutan tak lagi berhak atas pohon
lautan bukan surga bagi ikan-ikan kecil dan terumbu karang
jalanan telah menjadi lautan sampah
aroma persekongkolan merebak di segala lini
dan langitpun mulai melakukan demo
angin mengamuk menghantam pepohonan tua
banjir menghanyutkan rumah-rumah
api menyerang tak peduli cuaca hujan ataupun kemarau
apalagi yang tersisa?
Negeri apakah gerangan ini?
Disini aku dilahirkan
Disini aku dibesarkan
Dibuai dibesarkan lindu
Villa-villa di puncak makin jumawa
Petak rumah bantaran kali sesaat lagi terseret Banggar
bukan untuk memindahkan ke rumah berjendela, sebab
terlanjur habis memperempuk kursi anggota dewan yang terhormat
Entah dimana sebenarnya letak kehormatan?
Lindu itu masih belum usai
Setiap pagi, rumah-rumah itu masih goyang
oleh lenggok kenes Boy and Girlband
oleh gelimpangan mayat yang bahkan di trotoarpun mereka tak luput
kena tubruk
oleh luka menganga seorang ibu korban perkosaan dalam angkot
oleh mayat tanpa kepala di belukar kota
oleh narkoba dan anak bangsa
yang semakin karib
oleh politisi yang berebut nama baik
dengan cara menceburkan nama
baiknya sendiri ke dalam got
oleh Julia Perez yang menemui Nyi Ratu Roro Kidul
oleh balita di pinggir ibu kota yang tak berdaya karena gizi buruk
oleh PSSI yang mencabuti setiap helai bulu Garuda Mudanya sendiri
oleh ironi yang datang dari gedung-gedung pengadilan
oleh lahirnya dukun-dukun cilik dari segala penjuru negeri
oleh tumpulnya nurani yang dikebiri
Ooi … saudara-saudaraku
kering sudah luka itu
mari kobarkan api revolusi!
Bangun pekerti dari rumah-rumah kita, serempak, bergelombang
jangan henti bergerak
duhai para ayah bunda, ajak putera-puteri kita
awali setiap hari dengan tahajud,
bangun kehormatan itu
seperti Rasulullah yang mulia memimpin Sayyidina Ali
seperti Rasulullah yang terpuji mengasuh Fatimah Azzahra
terlalu lama? Terlambat?
Tidak!
Jangan henti bergerak, wahai saudara-saudaraku
Kita kobarkan revolusi akhlak!!
Dari rumah-rumah kita, serempak, bergelombang
Kelak ia akan menggunung menggulung layaknya tongkat Musa membelah
Laut Merah
Jangan henti bergerak
Demi Allah, kemenangan akan datang bagi mereka yang berjuang!!
Lindu itu memang belum usai
tapi jangan henti berproses
Kelak pintu langit akan terbuka
Meredakannya
Engkau percaya?
Aku percaya!
(13 Pebruari 2012)
Minggu, 09 November 2014
10 nopember
jarum air luruh di subuh itu
pada nopember ke sepuluh
menangis langit dalam aduh
bersama ribuan hela nafas yang luruh
beribu mayat mengapung pada jiwa tanah air
merah putih menancap pada satu mata air
pahlawan tak menagih janji
pagi menepi
nopember ke sepuluh
Indonesia mengaduh
pada nopember ke sepuluh
menangis langit dalam aduh
bersama ribuan hela nafas yang luruh
beribu mayat mengapung pada jiwa tanah air
merah putih menancap pada satu mata air
pahlawan tak menagih janji
pagi menepi
nopember ke sepuluh
Indonesia mengaduh
Selasa, 04 November 2014
kurtilas
bukan, dia bukan nama burung
tapi rangkai aturan bernama kurikulum
lahir ketika kakaknya belum lagi akil baligh
dan dinding-dinding sekolah pun menyempit
guru berbuih dalam lisan yang tak padu
menunggu buku atau
nyanyikan saja lagu lama
biar bola berlarian di lapangan
toh bendera tetap terpancang di tengah-tengah
menyaksikan rumputan meliuk beradu batu dan angin utara
buku-buku mulai berdatangan
dalam truk-truk gandeng yang tidak bergandengan
satu sampai lima pelajaran saja
tahun sudah menuju kedua
kami masih mencari buku
kabinet berganti
angin menyampaikan pesan
katanya kurtilas akan dikaji ulang
ribuan buku dalam perjalanan
menuju gedung-gedung sekolah yang jauh
kelak ketika buku kami baca
masih samakah ia dengan aksara di meja-meja dirjen?
tapi rangkai aturan bernama kurikulum
lahir ketika kakaknya belum lagi akil baligh
dan dinding-dinding sekolah pun menyempit
guru berbuih dalam lisan yang tak padu
menunggu buku atau
nyanyikan saja lagu lama
biar bola berlarian di lapangan
toh bendera tetap terpancang di tengah-tengah
menyaksikan rumputan meliuk beradu batu dan angin utara
buku-buku mulai berdatangan
dalam truk-truk gandeng yang tidak bergandengan
satu sampai lima pelajaran saja
tahun sudah menuju kedua
kami masih mencari buku
kabinet berganti
angin menyampaikan pesan
katanya kurtilas akan dikaji ulang
ribuan buku dalam perjalanan
menuju gedung-gedung sekolah yang jauh
kelak ketika buku kami baca
masih samakah ia dengan aksara di meja-meja dirjen?
langgam rindu
kulangitkan segala
pada Mahapemahanrupa
kadang selaksa pinta
tak mampu teraksara
dalam rapal doa
hanya rasa yang raja
membuncah ruah
meraba-raba arah menuju muara
di sini
puluhan jarak
menanti klimaks
perjumpaan
pada Mahapemahanrupa
kadang selaksa pinta
tak mampu teraksara
dalam rapal doa
hanya rasa yang raja
membuncah ruah
meraba-raba arah menuju muara
di sini
puluhan jarak
menanti klimaks
perjumpaan
Minggu, 02 November 2014
Langganan:
Postingan (Atom)