Selasa, 31 Desember 2013

Puisi karya Soni Farid Maulana

Variasi Hujan Pagi

1. 
"Tolong tangguhkan penahanan kami,
jangan dikurung kayak begini; kayak tikus
kurang makan," keluh seorang tersangka
kasus korupsi kelas tinggi. Parasnya

bagai kepiting rebus. Di kedua pipinya
ada jejak air mata. Air mata kepedihan,
yang ngalir dari kedalaman hatinya. Nun
di Banten sana; - ada rakyat yang gembira;

ada juga jawara yang sedih murung,
merasa yakin; bahwa ia tak bersalah. Tak
tampak noda pada sejumlah kain baju

yang dipakainya; yang dibeli dari negeri jiran
dengan harga yang mahal. "Tangguhkan
penahanan kami. Rakyat butuh kami," lhayalnya.

2.
Di blok yang lain; di balik jeruji besi
ada yang mengaduh diseruduk sapi. Duh Gusti,
kok bisa seorang kiai; - kemaruk korupsi.
Demi apa semua itu dilakukan? Demi

pundi-pundi partai politik, atau nikmat
syahwat bini muda? Demi apa semua itu
dilakukan, sungguh aku tak mengerti;
sebab di hati dan kepalanya; - ada ayat suci

ditatah dengan indah. Dibaca saat salat,
diwirid tengah malam. Saat vonis tiba
kawan seiring berteriak, "Terlalu berat

hukuman buat dia!" negeri pun
gempar. Dan orang mengutuk
dan memuji KPK. Ya!

3.
Ada ganja, ada lintingan ganja
dalam lemari meja kerjanya. Bukankah
ia seorang hakim? Hmm, ada juga
aliran dana ke rekening pelantun dangdut.

"Adakah ia maduk goyang dombret?" Teriak meja
dan kursi pengadilan. Cantik, memang.
Tapi angin terasa dingin. Dan ia tak bicara, tak
mau bicara. Tapi sisa kopi di Singapura

jadi bukti perkara. Walau keras sungguh
ia menyangkal. Sungguh KPK tak hilang
akal. "Saudara tersangka, ada tiga

kasus lain yang menjerat saudara!"
kata juru bicara KPK. Langit mendung
hidup pun murung. Murung.

4. 
Ada pekik burung hantu di Hambalang
membentur dinding bangunan runtuh;
di jauhnya ada partai politik oleng, dihantam
badai korupsi. Ada juga ketua partai politik

yang dijatuhkan; dan di televisi berkata;
akan kami buka dan kami baca jilid pertama.
Dan kini, cerita apa yang dibacanya? Tak ada,
hanya berita riuh : - omong kosong semata.

"Malah ia jadi tersangka; tapi belum masuk penjara.
Tapi temannya sudah lebih dulu
ada di sana," kata batu bata yang patah,

di Hambalang. Koran pun kembali ramai
bicara; - ada yang merasa khawatir digulingkan;
anak penguasa disebut dalam banyak perkara.

5.
Ada juga wakil presiden yang cemas
takut kebakar bara Century. Ah ya, bukan
hanya dia. Ada banyak pihak yang resah;
walau yang lain sudah masuk penjara.

"Negeri ini memang sedang sakit," kata
tiang listrik dekat pos ronda. "Piye kabare,
enak zamanku tho?" kata sebuah iklan
mantan presiden di pantat sebuah truk

yang catnya sudah melepuh. Belum lagi
demo buruh minta kenaikan upah,
belum lagi ada banyak wali kota;

yang juga masuk penjara. "Bansos! Bansos!"
kata seorang anak menjajakan koran
di sebuah jalan kota praja. Kota praja

6.
Dalam hening; aku ingat Harry Roesli
menembang tengah malam;
"Jangan menangis Indonesia!" Ya.
Tapi air mata menyungai sudah ke arah kiblat.

"Dan para koruptor sejatinya pengkhianat
bangsa dan negara," begitu tulis spanduk
diarak dalam berbagai demo. "Aneh, ini
negara macam apa. Kok bisa mereka

mengendalikan negara dari balik
jeruji besi?" teriak pengamat politik,
dan banjir melanda di mana-mana.

"Jangan menangis Indonesia,"
Kata Harry Roesli. Tembang itu
kekal dalam ingatan. Ya.

2013

(dari harian Pikiran Rakyat, 31 Desember 2013

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bahasa langit

bahasa langit